Pegang Pantat Bayar Seribu Rupiah, Jangan Dibiasakan!!
UnfaedahSehingga akupun tak mampu menolak bahasa isyaratnya untuk bayar sejumlah uang sebagai ongkos pegang pantat,sebesar seribu rupiah.
Stop Jangan biasakan |
Berbicara tentang berbelanja, sepertinya aku adalah orang yang tidak terlalu update, apalagi update tentang fashion, update status Facebook saja tidak keseringan. Hahaha,, tidak seperti mereka para cibi-cibi yang agak kealay-alayan, yang selalu rajin untuk ngeupdate tentang fashion, yang katanya ikutin trend 2016. Huft sakit kepala aku mikirin hal-hal semacam itu.
Oke Fun,,, meskipun tidak suka update tentang berbelanja, tapi bukan berarti aku anti dengan belanja. So sekali-kali aku juga akan mencobanya walaupun setahun 2 kali (Jujur/tidak bohong). Mungkin dari satu sisi, karena income aku pun, belum mampu menjawab semua kebutuhan, sehingga mau tidak mau dengan serba pas-pasan dan serba kecukupan harus dibatasi dengan nominal angka tertentu.
Maka beranjak dari hal itu, Akupun berbelanja di seputaran mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Pada saat itu, sepeda motor yang sering ku sebut kuda hitam, ku parkirkan di depan sebuah toko pakaian. dan setelah itu aku pun belanja, memang saat itu aku hanya belanja satu baju kemeja dan satu jeans bermerek yang tidak begitu wah, maklumlah seperti yang telah aku sampaikan tadi, "Dibatasi dengan nominal angka tertentu".
Usai belanja sebuah toko pakaian, kuteruskan langkah ku menuju kearah kanan toko pakaian tadi, sesampai disana aku melihat ratusan jam berhamburan di toko tersebut, Ya, itu adalah toko jam, banyak ragam jenis jam ada disana, berbagai merekpun tersedia walaupun merek tersebut hanya untuk pelaku ekonomi menengah kebawah. Akan tetapi bukan berarti tidak ada jam merek berkelas seperti casio, roland dan merek-merek terkenal lainnya. Meskipun demikian, aku tidak singgah di toko tersebut, akan tetapi aku memilih pulang. Apalagi isi kantongpun hanya dihuni oleh dua gambar Kapitan Pattimura.
Tanpa banyak cerita, akhirnya aku menuju parkiran, disana aku melihat kuda hitam agak berempitan dengan puluhan kenderaan modern lainnya. Sambil ku tancapkan kunci, tak sengaja melongok ke arah kiri, kanan, belakang dan depan. Tak satupun dari mereka petugas parkir hadir ke penglihatan ku. Melihat kuda hitamku berada ditengah-tengah kerumunan kenderaan modern lainya, akupun terpaksa mengambil alternatif untuk menggeser dan mengangkat pantat kenderaan lainnya ke samping kiri dan kanan. Dengan tujuan, kuda hitam ku bisa keluar dari area parkiran.
Akan tetapi, dalam hitungan detik, tiba-tiba datang sesosok makhluk tuhan yang sama persis layaknya di film horor, kedatangannya mampu membuat ku kaget tak kepayang. Bagaimana tidak, Ketika kuda hitamku hendak melaju, entah berantah datang "tanpa kom dan tanpa lam", sudah pegang pantat kenderaan yang sering ku umpamakan dengan nama Kuda Hitam ini. Dia adalah petugas parkir yang suka pegang pantat kenderaan, ketika kenderaan hendak melaju. Sehingga akupun tak mampu menolak bahasa isyaratnya untuk bayar sejumlah uang sebagai ongkos pegang pantat,sebesar seribu rupiah.
Akan tetapi, dalam hitungan detik, tiba-tiba datang sesosok makhluk tuhan yang sama persis layaknya di film horor, kedatangannya mampu membuat ku kaget tak kepayang. Bagaimana tidak, Ketika kuda hitamku hendak melaju, entah berantah datang "tanpa kom dan tanpa lam", sudah pegang pantat kenderaan yang sering ku umpamakan dengan nama Kuda Hitam ini. Dia adalah petugas parkir yang suka pegang pantat kenderaan, ketika kenderaan hendak melaju. Sehingga akupun tak mampu menolak bahasa isyaratnya untuk bayar sejumlah uang sebagai ongkos pegang pantat,sebesar seribu rupiah.
Sejak dari itu, aku berpikir mereka (sebagian) oknum petugas parkir, sangat sering berperan sebagai tukang pegang pantat, sehingga terkesan seperti tanpa memperdulikan pemilik kenderaan yang merasa susah untuk mengeluarkan kenderaannya dari parkiran. Fenomenan itu, sudah sangat sering terjadi dalam lingkungan kehidupan kita sehari-hari.
Kebiasaan ini, seperti nya sudah di amini oleh kebayakan orang. Misal, tidak jarang kita temukan petugas parkir datang dengan tiba-tiba dan kemudian pegang pantat dan terakhir pemilik kenderaan memberi uang seribu rupiah, sebagai upah pegang pantat. Intinya, "Pegang pantat, wajib bayar seribu rupiah".
Hal demikian, tanpa kita sadari, pemberian uang seribu rupiah pun seolah sebuah kewajiban layaknya transaksi jual beli. Dimana, jika sipembeli menyerahkan uang kepada penjual dan selanjutnya si penjual menyerahkan barang yang dibeli oleh pembeli dalam bentuk tukar uang dengan barang. Begitulah yang terjadi pada peristiwa pegang pantat ini.
Maka oleh sebab itu, kepada petugas parkir, kita sangat mengharapkan semoga kedepan tidak ada lagi tradisi "Pagang pantat, wajib bayar seribu rupiah". Karena sudah saatnya petugas parkir memberikan jasa perparkiran yang benar dan sesuai dengan prosedur perparkiran. Layani pemilik kenderaan sejak dia masuk di area parkir, persilakan dia parkirkan kenderaannya, atur kenderaan dengan rapi dan terakhir bantu dia untuk mengeluarkan kenderaannya. sedikit tidaknya bisa membantu mempermudahkannya, apalagi bagi Ibu-ibu.
pegang pantat bayar seribu, di saya mh gk mau di bayar seribu gan itu tukang parkir
BalasHapusmudah mudah tukang parkir baca blog agan, agar dia memperhatikan gimana cara melayani parkir yg benar, tidak asal pegang patat aja, heheh
Apa di kota agan afa jiga yabg demikian, pegang pantat bayar seribu?
HapusAku sih berharap demikian, mereka membaca blogku. Supaya tidak ada lagi pegang pantat bayar seribu.
Anjir
BalasHapusApa pernah kena demikian juga.?
HapusCuma modal Pegang pantat bayar seribu..
Smoga kita terhindar dari budaya ikut ikutan gan nggak baik
BalasHapusIya gan......
HapusDan semoga saja kebiasaan itupun lenyap.